



Polio Tetes
Imunisasi Polio tetes diberikan 4 kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan untuk mencegah lumpuh layu. Imunisasi polio suntik pun diberikan 1 kali pada usia 4 bulan agar kekebalan yang terbentuk semakin sempurna.
Polio adalah infeksi virus menular yang menyerang sistem saraf pusat di otak. Polio menyebabkan badan pengidapnya lumpuh sehingga juga umum dikenal sebagai penyakit lumpuh layu. Pada kasus yang lebih parah, polio sampai mengganggu pernapasan dan proses menelan sehingga dapat berakibat fatal bila tidak diobati.
Itu kenapa bayi perlu mendapatkan vaksin polio secepatnya sebelum berusia genap 1 tahun. Vaksin polio terdiri dari 4 rangkaian yang harus dilengkapi semuanya. Vaksin yang pertama diberikan segera setelah baru lahir, yang kedua pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan terakhir saat menginjak 6 bulan.
Namun, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan imunisasi polio dilanjutkan saat bayi berusia sekitar 18-24 bulan.
(3) BCG. Sedangkan pengertian Imunisasi BCG adalah imunisasi anak untuk mencegah tuberkulosis paru, kelenjar, tulang dan radang otak yang bisa menimbulkan kematian atau kecacatan. (4) Usia 2 bulan Hepatitis B-2, Polio-1, DTP-1
Hib-1
PCV-1
Rotavirus-1
Usia 3 bulan Hepatitis B-3
Polio-2
DTP-2
Hib-2
Usia 4 bulan Hepatitis B-4
Polio-3
DTP-3
Hib-3
PCV-2
Rotavirus-2
Usia 6 bulan PCV-3
Rotavirus-3
Influenza
Usia 9 bulan Campak-1
Usia 12 bulan Varisela
PCV-4
Japanese encephalitis-1
Usia 15 bulan Hib-4
MMR-1
Usia 18 bulan Polio-4
DTP-4
Campak-2
Influenza
Usia 24 bulan Tifoid
Hepatitis A
Japanese encephalitis-2

Daftar Lengkap Imunisasi dari 0 Tahun Usia 18 tahun

Berikut adalah keterangan bagaimana cara membaca daftar imunisasi di atas
(3) Vaksin BCG Optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila vaksin BCG akan diberikan Sesudah umur 3 bulan,perlu dilakukan uji tuberkulin.Bila uji tuberkulin pra BCG Tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun harus di observasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi local cepat di tempat suntikan ( accelerated local reaction) Perlu di evaluasi lebih lanjut (diagnostikTB).
(4) Vaksin DPT Diberikan pada umur ≥ 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau Kombinasi dengan Hepatitis B atau HIB. Ulangan DPT umur 18 bulan dan 5 Tahun. Program BIAS: Disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan. Untuk anak umur di atas 7 tahun dianjurkan vaksin tadi.
(5) Vaksin Campak Diberikan pada umur 9 bulan,vaksin penguat diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan.
Vaksin Dapat diberikan pada umur 2,4,6,12-15 bulan. Pada umur 7-12 bulan,diberikan 2 kali.
Pneumokokus Dengan interval 2 bulan: pada umur > 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya Perlu dosis ulangan 1 kali pada umur 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah Dosis terakhir.Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
(6) Vaksin Rotavirus Monovalen (Rotarix) diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen (Rotateq) Diberikan 3 kali Rotari dosis diberikan umur 6-14 minggu dosis ke-2 diberikan Dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya Vaksinasi Rotarix selesai diberikan Sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin Rotateq: dosis ke-1 diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui Umur 24 minggu. Vaksin Rotateq : dosis ke-1 diberikan umur 6-12 minggu, Interval dosis ke-2, dank e-3 4-10 minggu,dosis ke-3 diberikan pada umur < 32 minggu (internval minimal 4 minggu).
(7) Vaksin Varisela Dapat diberikan setelah umur 12 bulan,terbaik pada umur sebelum masuk Sekolah dasar. Bila diberikan pada umur .12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval Minimal 4 minggu.
Vaksin MMR Dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat vaksin campak Umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun.
(8) Vaksin Influenza Diberikan pada umur ≥ 6 bulan, setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak 6 bulan- ,9 tahun diberi 2x dengan interval minimal 4 minggu.
(9) Vaksin HPV Dapat diberikan mulai 10 tahun.Jadwal vaksin HPV bivalen (Cervarix) 0,1,6 bulan : vaksin HPV tetravalent (Gardasil) 0,2,6 bulan
Dampak Imunisasi Anak
Biasanya, terdapat dampak dari imunisasi yang dilakukan. Efek samping yang paling umum terjadi adalah rasa pegal sementara pada bagian yang disuntik. Selain itu dapat juga terjadi dampak ringan lain seperti ruam pada daerah suntikan, demam rendah, menggigil, atau pusing. Dampak imunisasi anak yang serius biasanya sangat jarang terjadi. Misalnya dari 1 juta anak yang melakukan imunisasi, hanya 1 atau 2 anak yang mengalami dampak serius setelah imunisasi. Hal ini biasanya terjadi karena alergi.
Pengertian dan Jenis Imunisasi Anak
Imunisasi DPT adalah imunisasi anak untuk mencegah 3 penyakit: Difteri, Pertusis dan Tetanus. Penyakit Difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan sumbatan jalan nafas, serta mengeluarkan racun yang dapat melumpuhkan otot jantung. Penyakit Pertusis berat dapat menyebabkan infeksi saluran nafas berat (pneumonia). Sedangkan Tetanus mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak dan bernafas. Pengertian imunisasi anak lainnya adalah:
Imunisasi Hib dan Pneumokokus dapat mencegah infeksi saluran nafas berat (pneumonia) dan radang otak (meningitis).
Imunisasi influenza adalah imunisasi anak yang dapat mencegah influenza berat.
Vaksin demam tifoid adalah imunisasi anak yang mencegah penyakit demam tifoid berat.
Imunisasi MMR. Vaksin ini mencegah penyakit: Mumps (gondongan, radang buah zakar), Morbili (campak) dan Rubela (campak Jerman).
Imunisasi cacar air (varisela) untuk mencegah penyakit cacar air.
Imunisasi Hepatitis A adalah untuk mencegah radang hati karena virus hepatitis A.
Imunisasi HPV adalah imunisasi mencegah kanker leher rahim.
Fungsi utama dari imunisasi adalah membuat anak kebal dari berbagai masalah penyakit ganas yang bisa menimpanya sewaktu-waktu. Imunisasi ini sendiri adalah cara agar memaksa tubuh membangun benteng pada sebuah gejala penyakit dengan cara membuat infeksi pada tubuh. Disinilah pentingnya imunisasi harus dilakukan dengan jadwal yang tepat dan tidak boleh terlambat sama sekali.
Jadwal imunisasi telah diperhitungkan dengan tepat agar sesuai dengan kebutuhan tubuh sang anak saat membangun sistem kekebalan tubuh tersebut. Adanya vaksinasi yang teratur tentu saja disesuaikan dengan tingkat kekebalan tubuh yang diharapkan pada penyakit dengan tingkat infeksi yang berbeda-beda pula. Memang, banyak sistem kekebalan dari ibu yang menurun ke bayi, namun, kekebalan ini juga harus diperkuat lagi agar sang anak mendapatkan perlindungan yang lebih baik.
Bila kita tidak sengaja melewatkan jadwal imunisasi yang telah ditentukan oleh dokter, maka kita tentu harus meminta pendapat dari sang dokter untuk mendapatkan jadwal yang tepat atau penggunaan vaksinasi yang lebih tepat. Jangan sembarangan mengimunisasi anak tidak sesuai dengan jadwal, karena tentu saja pembangunan sistem kekebalan tubuh pada anak akan terganggu dan membuat sistem tersebut tidak akan bekerja dengan maksimal di kemudian hari.
Konsep Imuniasi Lengkap
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal.
Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap seperti berikut ini:
Bayi berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0)
Bayi usia 1 bulan diberikan (BCG dan Polio 1)
Bayi usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2)
Bayi usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3)
Bayi usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR).
Untuk imunisasi lanjutan, bayi di bawah dua tahun (Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi (DPT-HB-Hib dan Campak/MR),
Anak kelas 1 SD/madrasah/sederajat diberikan (DT dan Campak/MR)
Anak kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat diberikan (Td).
Jenis Imunisasi
2. BCG
Imunisasi BCG wajib diberikan pada anak guna mencegah penyakit tuberkulosis atau TBC.
4. Campak
Imunisasi Campak diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. Imunisasi Measles Rubella (MR) diberikan untuk mencegah penyakit campak sekaligus rubella. Rubella pada anak merupakan penyakit ringan, namun apabila menular ke ibu hamil, terutama pada periode awal kehamilannya, dapat berakibat pada keguguran atau bayi yang dilahirkan menderita cacat bawaan, seperti tuli, katarak, dan gangguan jantung bawaan.
5. DPT
DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.
_
Daftar Lengkap Imunisasi Wajib dan Pilihan untuk Bayi dan Anak-Anak
Imunisasi itu penting untuk anak
vaksin itu aman
Imunisasi penting buat kesehatan anak. Imunisasi bertujuan untuk meningkatkan pembentukan antibodi untuk memperkuat kerja sistem imun tubuh anak saat melawan patogen (kuman, bakteri, jamur, virus, dan lainnya) penyebab penyakit berbahaya.
Imunisasi dilakukan dengan menyuntikkan versi jinak dari virus atau bakteri penyakit yang sudah dilemahkan. Tubuh anak kemudian mendeteksi kedatangannya sebagai “ancaman” dan memicu sistem imun untuk memproduksi antibodi yang nantinya bertugas untuk melawan penyakit. Jadi, jika suatu saat anak terserang penyakit tersebut, tubuhnya sudah memiliki “pasukan” antibodi yang mampu mengenali dan melawan serangan virus atau bakteri.
Namun sayang, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ada berbagai alasan yang membuat anak tidak menerima imunisasi. Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Farid Moeloek, Sp.M(K), selaku Menteri Kesehatan RI, menuturkan cukup banyak orangtua yang takut akan mitos imunisasi menyebabkan autisme dan membuat anak jadi gampang sakit sehingga tidak mengizinkan anaknya divaksin. Tidak sedikit juga orangtua yang meragukan kehalalan kandungan vaksin sehingga enggan mendapatkannya untuk anak.
Padahal, imunisasi terbukti mampu mencegah berbagai penyakit menular yang berbahaya. Mulai dari campak, gondongan, batuk rejan (pertusis), polio, cacar air, tetanus, dan lainnya. Oleh karena itu, ayo bawa buah hati Anda ke Posyandu, Puskesmas, ataupun rumah sakit terdekat untuk melengkapi imunisasinya.
Apa akibatnya jika anak tidak diimunisasi?
efek samping imunisasi
Imunisasi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sejak bayi baru lahir untuk menjaga kesehatannya. Kemudian demi memperpanjang “masa berlaku” perlindungannya, beberapa jenis vaksin utama harus diulangi sesuai dengan jadwal dan jarak yang telah ditentukan.
Namun, sebenarnya bukan itu saja yang menjadi alasan kenapa Anda harus membawa anak diimunisasi. Ada tiga alasan penting mengapa imunisasi wajib untuk semua bayi.
Pertama karena imunisasi sudah terbilang aman, cepat, dan sangat efektif untuk mencegah penularan penyakit. Kedua, sekali diimunisasi maka setidaknya tubuh anak telah terlindungi dengan baik dari ancaman penyakit tersebut. Ketiga, anak justru berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit dan mengalami gejala yang lebih parah jika tidak diimunisasi. Penyakit tersebut juga berisiko berakibat fatal di kemudian hari.
Sebab ketika anak sudah divaksin, otomatis tubuhnya akan dilengkapi dengan sistem imun yang bekerja spesifik untuk menyerang virus penyebab penyakit tertentu. Sebaliknya jika anak tidak diimunisasi, tubuh mereka tidak memiliki sistem pertahanan khusus yang bisa mendeteksi jenis-jenis penyakit berbahaya tersebut. Terlebih sistem imun anak kecil juga belum sekuat dan bekerja semaksimal orang dewasa. Hal ini akan membuat kuman penyakit semakin mudah berkembang biak di dalam tubuh anak.
Singkatnya, tanpa vaksinasi si kecil akan lebih berisiko tertular, mengalami sakit yang lebih parah, serta risiko mengalami komplikasi yang juga lebih tinggi. Anda tentu tidak ingin hal tersebut menimpa buah hati kesayangan Anda, ‘kan?
Risiko anak tidak diimunisasi bahkan tidak hanya mengorbankan kesehatan anak, tapi orang lain di sekitarnya. Jika anak tidak diimunisasi, virus dan kuman yang masuk ke dalam tubuhnya bisa dengan mudah menyebar ke kakak, adik, teman, maupun orang lain di sekitarnya.
Pada akhirnya, wabah penyakit pun akan menyebar ke lingkungan sehingga menimbulkan kasus jangkitan penyakit dan kematian yang lebih banyak.
Jenis imunisasi wajib untuk bayi
imunisasi wajib untuk bayi
Berdasarkan Permenkes No. 12 Tahun 2017, ada beberapa imunisasi wajib yang harus diberikan kepada bayi sebelum berusia 1 tahun. Imunisasi ini bisanya diberikan gratis oleh pelayanan kesehatan di bawah naungan pemerintah, seperti Posyandu, Puskesmas, maupun rumah sakit daerah.
3. Vaksin BCG
Vaksin BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TBC). TBC adalah penyakit menular berbahaya yang menyerang saluran pernapasan, dan mungkin menyebar ke bagian tubuh lainnya jika tidak segera diobati.
Berbeda dengan beberapa jenis imunisasi di atas, vaksin BCG cukup diberikan 1 kali sebelum bayi berusia 3 bulan. Efektivitasnya akan paling optimal jika diberikan saat bayi berusia 2 bulan.
Vaksin BCG bekerja menyerang bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi paru-paru dan selaput otak.
4. Vaksin campak
Campak (rubeola) adalah infeksi menular yang cukup umum terjadi pada usia anak-anak. Penyakit ini menyerang saluran pernapasan dan kemudian menginfeksi seluruh tubuh.
Nah, imunisasi dapat membantu menurunkan risiko buah hati Anda tertular penyakit ini. Vaksin ini diberikan untuk mencegah penyakit campak berat yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru), diare, dan bahkan bisa menyerang otak.
Vaksin campak diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat anak berusia 9 bulan dan 24 bulan. Namun, vaksin campak kedua pada usia 24 bulan tidak perlu lagi diberikan jika anak sudah mendapatkan vaksin MMR pada usia 15 bulan.
Sebelum program imunisasi dilaksanakan secara global, campak adalah salah satu penyakit endemik penyebab kematian anak terbanyak setiap tahun di dunia.
5. Vaksin pentavalen (DPT-HB-HiB)
Vaksin pentavalen merupakan vaksin kombinasi dari vaksin DPT, vaksin HB, dan vaksin HiB (haemophilus influenza tipe B). Vaksin ini diberikan untuk mencegah 6 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis (batuk rejan), tetanus, hepatitis B, pneumonia, dan meningitis (radang otak).
Jadwal pemberian vaksin ini sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, dan 18 bulan. Jika tidak dicegah sejak dini, beragam penyakit ini bisa menyebabkan masalah kesehatan yang lebih serius pada anak di masa depannya.
Difteri, misalnya, dapat menyebabkan penyumbatan jalur napas dan melumpuhkan kerja jantung. Sementara batuk rejan bisa berujung pada infeksi pneumonia, dan tetanus bisa melumpuhkan saraf dan otot-otot tubuh. Begitu pula dengan haemophilus influenza tipe B yang bisa menyebabkan pneumonia dan meningitis di kemudian hari.
Jenis imunisasi tambahan untuk bayi dan anak
imunisasi BCG
Masih mengacu pada ketentuan Permenkes No. 12 Tahun 2017, bayi sangat ditekankan untuk mendapat beberapa imunisasi tambahan di luar lima vaksin wajib di atas. Jenis vaksin pilihan juga bisa diberikan pada anak-anak hingga orang dewasa seusai dengan kebutuhan dan kondisi.
1. Vaksin MMR
Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah penyakit campak (Measles), gondongan (Mumps), dan Rubela (campak Jerman). Vaksin ini umumnya diberikan saat anak berusia 12-18 bulan.
Namun jika anak sudah pernah vaksin campak dan punya riwayat kena salah satu penyakit di atas sebelumnya, ia tetap perlu mendapatkan vaksin MMR.
Vaksin ini juga direkomendasikan bagi anak yang memiliki penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung bawaan, kelainan ginjal bawaan, serta sindrom Down.
2. Vaksin tifoid
Vaksin tifoid bertujuan mencegah infeksi bakteri Salmonella typhii yang merupakan penyebab penyakit tifus. Vaksin ini bisa diberikan saat anak berusia 24 bulan.
Perlu dicatat bahwa kemampuan vaksin tifoid untuk melindungi anak dari tipes kurang lebih hanya sekitar 50-80% saja. Itu kenapa vaksin ini sebaiknya diulang setiap 3 tahun sekali. Namun, orangtua juga tetap perlu untuk memilah-milih makanan yang sehat serta memastika kebersihan diri anak dan kualitas sanitasi di tempat tinggal.
3. Vasin rotavirus
Vaksin rotavirus berfungsi mencegah infeksi rotavirus yang bisa mengakibatkan diare kronis. Ada 2 jenis vaksin rotavirus, yakni vaksin monovalent dan pentavalent. Kedua jenis vaksin tersebut bisa diberikan secara oral, dengan jadwal pemberian yang berbeda.
Vaksin monovalent diberikan 2 kali saat anak berusia 6-12 minggu, dengan jarak waktu pemberian selama 8 minggu. Sementara vaksin pentavalent diberikan 3 kali, mulai saat anak berusia 2 bulan dengan jarak waktu pemberian per 4-10 minggu. Vaksin pentavalent terakhir maksimal diberikan saat anak berusia 8 bulan.
Rangkaian vaksin rotavirus sebaiknya sudah selesai dilengkapi semua saat anak menginjak usia 24 bulan.
4. Vaksin pneumokokus (PCV)
Vaksin PCV adalah imunisasi untuk melindungi anak dari infeksi bakteri pneumokokus. Infeksi bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit pneumonia, meningitis, dan infeksi telinga.
Vaksin ini bisa diberikan pada anak mulai usia 7-12 bulan sebanyak 2 kali dengan jarak 2 bulan. Jika diberikan pada anak yang sudah berusia di atas 2 tahun, PCV cukup diberikan sebanyak 1 kali.
5. Varicella
Vaksin varicella (Varivax) adalah imunisasi rutin untuk mencegah cacar air.
Vaksin ini biasanya diberikan sebanyak 2 kali, yang pertama pada rentang usia 12-15 bulan sebelum masuk sekolah dasar. Imunisasi yang kedua kalinya kemudian diberikan saat anak berusia 4-6 tahun. Vaksin cacar juga bisa diberikan pada orang dewasa yang belum pernah kena cacar air sebelumnya.
Perlu dipahami bahwa vaksin ini tidak menjamin sepenuhnya Anda akan kebal dari cacar air sama sekali. Namun, setidaknya imunisasi bisa menurunkan keparahan gejala penyakitnya. Sebab jika anak tidak mendapatkan vaksin sama sekali, risiko komplikasi cacar air justru akan semakin tinggi.
6. Vaksin influenza
Vaksin influenza idealnya diberikan saat anak minimal sudah berumur 6 bulan. Berbeda dengan jenis vaksin lainnya yang hanya diberikan sesuai jadwal, vaksin influenza tidak demikian. Vaksin influenza boleh didapatkan kapan saja. Pemberian vaksin ini juga sebaiknya diulang kembali setiap tahun untuk meencegah anak terkena flu.
7. Hepatitis A
Hepatitis A adalah infeksi virus yang menyebar melalui makanan maupun feses penderitanya. Penyakit hepatitis A bisa menyerang siapa saja, termasuk anak-anak. Itu sebabnya pemberian vaksin hepatitis A harus dilakukan sedini mungkin, tepatnya saat usia anak sudah menginjak 2 tahun.
Pemberian vaksin ini biasanya dilakukan 2 kali dengan jarak 6-12 bulan sekali. Namun, bisa juga didapatkan 2-3 kali per 6-12 bulan bagi anak yang sudah berusia lebih dari 2 tahun.
Bagi anak yang lebih tua dan orang dewasa, vaksin ini bisa diulang setiap 10 tahun sekali. Efektivitas vaksin akan mulai bekerja sekitar 15 hari setelah didapatkan dan akan bertahan selama kurang lebih 20-50 tahun.
8. HPV (human papiloma virus)
Vaksin HPV (human papiloma virus) bisa mulai diberikan ketika anak sudah berusia 10 tahun. Vaksin ini dapat diberikan sebanyak 3 kali dalam rentang usia 10-18 tahun.
Pemberian vaksin ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari virus HPV yang dapat mengakibatkan kanker serviks, penyakit seks menular seperti kutil kelamin, hingga kanker anus dan penis.
Apakah imunisasi pasti membuat anak kebal?
mata bayi belekan
Pertanyaan ini mungkin kerap hadir di benak orangtua yang berencana mendapatkan vaksin untuk buah hatinya. Imunisasi memang ampuh untuk mencegah penularan penyakit.
Anak yang sudah diimunisasi akan sangat jarang sakit karena sistem imunnya sudah diperkuat oleh bantuan vaksin. Meski begitu, perlu dipahami bahwa bahkan setelah anak melengkapi imunisasi wajib, lanjutan, maupun tambahan tetap masih ada kemungkinan kecil untuk terserang penyakit tersebut.
Mendapatkan imunisasi bukan jaminan anak akan sama sekali terhindar dari penyakit karena vaksin tidak otomatis memberikan 100% perlindungan. Artinya, si kecil masih bisa terkena penyakit tapi kondisi dan gejalanya rata-rata jauh lebih ringan dan mudah diatasi ketimbang jika tidak diimunisasi sama sekali.
Lagi-lagi, penting untuk dipahami bahwa bukan berarti imunisasi tersebut gagal atau tidak bekerja optimal. Itu karena keefektian perlindungan yang diberikan dari vaksinasi memang hanya sekitar 80-95 persen.
Mengutip dari laman IDAI, penelitian epidemiologi di Indonesia dan negara-negara lain telah membuktikan manfaat perlindungan dari imunisasi. Ketika ada wabah campak, difteri atau polio seperti baru-baru ini, anak yang sudah mendapat imunisasi lengkap tercatat sangat jarang tertular. Apabila memang sakit karena tertular, biasanya kondisi anak tidak akan terlalu parah sampai membahayakan nyawa.
Sebaliknya, anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi sama sekali biasanya cenderung mengalami sakit yang lebih berat, komplikasi berupa kecacatan, atau bahkan kematian.
Berikan Anak Imunisasi Rutin Lengkap, Ini Rinciannya
Dipublikasikan Pada : Sabtu, 28 April 2018 00:00:00, Dibaca : 404.983 Kali
Pandeglang, 28 April 2018
Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar 1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status imunisasinya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal.
Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1 bulan diberikan (BCG dan Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR).
Untuk imunisasi lanjutan, bayi bawah dua tahun (Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi (DPT-HB-Hib dan Campak/MR), kelas 1 SD/madrasah/sederajat diberikan (DT dan Campak/MR), kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat diberikan (Td).
Vaksin Hepatitis B (HB) diberikan untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang dapat menyebabkan pengerasan hati yang berujung pada kegagalan fungsi hati dan kanker hati. Imunisasi BCG diberikan guna mencegah penyakit tuberkulosis.
Imunisasi Polio tetes diberikan 4 kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan untuk mencegah lumpuh layu. Imunisasi polio suntik pun diberikan 1 kali pada usia 4 bulan agar kekebalan yang terbentuk semakin sempurna.
Imunisasi Campak diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. Imunisasi MR diberikan untuk mencegah penyakit campak sekaligus rubella.
Rubella pada anak merupakan penyakit ringan, namun apabila menular ke ibu hamil, terutama pada periode awal kehamilannya, dapat berakibat pada keguguran atau bayi yang dilahirkan menderita cacat bawaan, seperti tuli, katarak, dan gangguan jantung bawaan.
Vaksin DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.
Terkait capaian imunisasi, cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2017 mencapai 92,04%, melebihi target yang telah ditetapkan yakni 92% dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta mencapai 63,7%, juga melebihi target 45%.
Sementara tahun ini terhitung Januari hingga Maret imunisasi dasar lengkap mencapai 13,9%, dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta mencapai 10,8%. Target cakupan imunisasi dasar lengkap 2018 sebesar 92,5% dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta 70%.
Agar terbentuk kekebalan masyarakat yang tinggi, dibutuhkan cakupan imunisasi dasar dan lanjutan yang tinggi dan merata di seluruh wilayah, bahkan sampai tingkat desa. Bila tingkat kekebalan masyarakat tinggi, maka yang akan terlindungi bukan hanya anak-anak yang mendapatkan imunisasi tetapi juga seluruh masyarakat.
Dalam rangka mencapai cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di setiap wilayah, Menteri Kesehatan mengimbau agar seluruh Kepala Daerah (1) mengatasi dengan cermat hambatan utama di masing-masing daerah dalam pelaksanaan program imunisasi; (2) menggerakkan sumber daya semua sektor terkait termasuk swasta; dan (3) meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi rutin lengkap sehingga mau dan mampu mendatangi tempat pelayanan imunisasi.
Kepada seluruh masyarakat, Menkes menghimbau agar masyarakat secara sadar mau membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi dan tidak mudah terpengaruh isu-isu negatif yang tidak tepat mengenai imunisasi.
Selain itu, masyarakat pun diimbau agar tidak mudah terpengaruh isu-isu negatif yang tidak tepat mengenai imunisasi.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.
Berikan Anak Imunisasi Rutin Lengkap, Ini Rinciannya
Dipublikasikan Pada : Sabtu, 28 April 2018 00:00:00, Dibaca : 404.983 Kali
Pandeglang, 28 April 2018
Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar 1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status imunisasinya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal.
Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1 bulan diberikan (BCG dan Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR).
Untuk imunisasi lanjutan, bayi bawah dua tahun (Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi (DPT-HB-Hib dan Campak/MR), kelas 1 SD/madrasah/sederajat diberikan (DT dan Campak/MR), kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat diberikan (Td).
Vaksin Hepatitis B (HB) diberikan untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang dapat menyebabkan pengerasan hati yang berujung pada kegagalan fungsi hati dan kanker hati. Imunisasi BCG diberikan guna mencegah penyakit tuberkulosis.
Imunisasi Polio tetes diberikan 4 kali pada usia 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan untuk mencegah lumpuh layu. Imunisasi polio suntik pun diberikan 1 kali pada usia 4 bulan agar kekebalan yang terbentuk semakin sempurna.
Imunisasi Campak diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. Imunisasi MR diberikan untuk mencegah penyakit campak sekaligus rubella.
Rubella pada anak merupakan penyakit ringan, namun apabila menular ke ibu hamil, terutama pada periode awal kehamilannya, dapat berakibat pada keguguran atau bayi yang dilahirkan menderita cacat bawaan, seperti tuli, katarak, dan gangguan jantung bawaan.
Vaksin DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.
Terkait capaian imunisasi, cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2017 mencapai 92,04%, melebihi target yang telah ditetapkan yakni 92% dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta mencapai 63,7%, juga melebihi target 45%.
Sementara tahun ini terhitung Januari hingga Maret imunisasi dasar lengkap mencapai 13,9%, dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta mencapai 10,8%. Target cakupan imunisasi dasar lengkap 2018 sebesar 92,5% dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta 70%.
Agar terbentuk kekebalan masyarakat yang tinggi, dibutuhkan cakupan imunisasi dasar dan lanjutan yang tinggi dan merata di seluruh wilayah, bahkan sampai tingkat desa. Bila tingkat kekebalan masyarakat tinggi, maka yang akan terlindungi bukan hanya anak-anak yang mendapatkan imunisasi tetapi juga seluruh masyarakat.
Dalam rangka mencapai cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di setiap wilayah, Menteri Kesehatan mengimbau agar seluruh Kepala Daerah (1) mengatasi dengan cermat hambatan utama di masing-masing daerah dalam pelaksanaan program imunisasi; (2) menggerakkan sumber daya semua sektor terkait termasuk swasta; dan (3) meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi rutin lengkap sehingga mau dan mampu mendatangi tempat pelayanan imunisasi.
Kepada seluruh masyarakat, Menkes menghimbau agar masyarakat secara sadar mau membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi dan tidak mudah terpengaruh isu-isu negatif yang tidak tepat mengenai imunisasi.
Selain itu, masyarakat pun diimbau agar tidak mudah terpengaruh isu-isu negatif yang tidak tepat mengenai imunisasi.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.
Vaksinasi: Sejarah imunisasi dan alasan mengapa masih ada orang yang ragu-ragu walau telah menyelamatkan hidup jutaan manusia
Roland Hughes
BBC News
20 Juni 2019
Bagikan artikel ini dengan Facebook Bagikan artikel ini dengan Messenger Bagikan artikel ini dengan Twitter Bagikan artikel ini dengan Email Kirim
Index image
Vaksin telah menyelamatkan puluhan juta orang dalam satu abad ini, tetapi di beberapa negara, ahli kesehatan mengidentifikasi kecenderungan yang meragukan vaksinasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat mengkhawatirkannya sehingga memasukkan kecenderungan ini ke dalam 10 ancaman terhadap kesehatan dunia di tahun 2019.
Cara kerja vaksin.
Bagaimana vaksinasi ditemukan?
Sebelum vaksin ditemukan, dunia adalah sebuah tempat yang jauh lebih berbahaya, di mana jutaan orang meninggal setiap tahunnya dari berbagai penyakit yang sekarang dapat dicegah.
China adalah yang pertama kali menemukan bentuk pertama vaksinasi pada abad ke-10: "variolation" yang di antaranya memaparkan orang sehat ke jaringan koreng karena penyakit agar kebal.
Delapan abad kemudian, dokter Inggris, Edward Jenner, menemukan bagaimana perempuan pemerah susu terkena cacar sapi ringan, tetapi jarang mengalami cacar (smallpox) yang mematikan.
Delapan mitos vaksinasi yang memicu munculnya kembali penyakit yang dapat dicegah
Vaksinasi tanpa izin orang tua, bisakah dibenarkan? Kisah remaja AS yang 'melawan' ibunya
Pemprov Aceh akhirnya bolehkan vaksinasi MR, meski mengandung enzim babi
Cacar adalah penyakit infeksi yang sangat menular dan menewaskan sekitar 30% penderitanya.
Korban selamat sering kali menjadi buta atau memiliki bekas luka.
Pada tahun 1796, Jenner melakukan percobaan pada James Phipps, delapan tahun.
Dokter menyuntikkan nanah dari cacar sapi ke anak laki-laki yang tidak lama kemudain memperlihatkan gejala penyakit itu.
Setelah Phipps sehat, Jenner menyuntikkan cacar kepadanya dan James tetap sehat. Cacar sapi membuatnya kebal.
Di tahun 1798, hasil percobaan ini diterbitkan dan kata vaksin, yang berasal dari bahasa Latin "vacca" yang berarti sapi, tercipta.
Ombudsman Aceh desak gubernur memulai kembali vaksinasi campak dan rubella (MR)
Aceh 'terancam tsunami Rubella': Plt Gubernur perintahkan penundaan vaksinasi kendati MPU membolehkan
PBB: Kasus campak di seluruh dunia meningkat tiga kali lipat tahun 2019
Apa saja keberhasilannya?
Vaksin sangat membantu pengurangan kerusakan akibat banyak penyakit dalam satu abad ini.
Sekitar 2,6 juta orang hampir meninggal karena campak setiap tahun sebelum vaksin penyakit ini diperkenalkan pada tahun 1960-an.
Vaksinasi menyebabkan penurunan sebesar 80% kematian karena campak antara tahun 2000 dan 2007, menurut WHO.
Vaksinasi kurangi kasus.
Beberapa dekade lalu, kelumpuhan atau meninggal dunia adalah yang paling dikhawatirkan sementara jutaan orang menjadi korban polio.
Sekarang polio nyaris tidak ada lagi.
Polio hampir hilang.
Mengapa ada orang yang tolak vaksinasi?
Kecurigaan terhadap vaksin sudah ada hampir selama adanya vaksin modern itu sendiri.
Di masa lalu, orang mempertanyakannya karena alasan keagamaan, karena mereka berpikir vaksinasi tidak bersih, atau karena mereka merasa hal ini melanggar kebebasan memilih.
Pada tahun 1800-an kelompok antivaksinasi pertama muncul di Inggris.
Mereka mendesak langkah alternatif untuk mengatasi penyakit, seperti mengisolasi pasien misalnya.
Tahun 1870-an, kelompok sejenis muncul di AS setelah pegiat anti-vaksinasi Inggris, William Tebb mengunjungi negara itu.
Wajib imunisasi di Italia: 'Tidak divaksinasi, tidak boleh sekolah'
Kemenkes: vaksinasi turunkan penyebaran difteri namun masyarakat diminta waspada
Dianggap berisiko juga pada kesehatan, program vaksinasi demam berdarah dihentikan
Salah satu tokoh penting gerakan anti-vaksinasi adalah Andrew Wakefield.
Pada tahun 1998, dokter yang tinggal di London tersebut menerbitkan sebuah laporan yang secara tidak tepat mengaitkan autisme dan penyakit usus dengan vaksin MMR.
MMR adalah vaksin tiga-dalam-satu yang diberikan kepada anak-anak kecil untuk mengatasi campak, gondong dan campak Jerman.
Meskipun makalahnya dipertanyakan dan Wakefield dikeluarkan dari daftar dokter Inggris, terjadi penurunan jumlah anak yang divaksinasi karena pernyataannya.
Pada tahun 2004 saja, terjadi pengurangan anak yang menerima vaksin MMR di Inggris sebesar 100.000 orang yang menyebabkan peningkatan kasus campak.
Penderita campak.Hak atas fotoSCIENCE PHOTO LIBRARY
Masalah vaksin juga semakin dipolitisir.
Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Salvini, mendukung kelompok anti-vaksinasi.
Presiden AS, Donald Trump, tanpa dukungan bukti, sepertinya mengaitkan vaksinasi dengan autisme, tetapi akhir-akhir ini dia mendorong orang tua untuk mevaksinasi anak-anak mereka.
Sebuah kajian internasional terkait sikap terhadap vaksinasi menemukan bahwa secara umum orang mendukung vaksin, tingkat terendah adalah di Eropa dengan tingkat keyakinan peserta yang terendah terjadi di Prancis.
Apa risikonya?
Ketika sebagian besar populasi tervaksinasi, hal ini akan membantu pencegahan menyebarnya penyakit yang kemudian akan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang belum mempunyai kekebalan atau tidak bisa divaksinasi.
Ini dinamakan kekebalan kelompok dan jika terjadi kegagalan hal ini akan berisiko pada populasi yang lebih luas.
Proporsi orang yang perlu divaksinasi guna mempertahankan kekebalan kelompok berbeda-beda pada berbagai penyakit, bagi campak adalah lebih dari 90% dan untuk polio yang tidak terlalu menular sebesar lebih dari 80%.
Tahun lalu komunitas Yahudi Ortodoks di Brooklyn, AS, menyebarkan selebaran yang secara tidak tepat menghubungkan vaksin dengan autisme.
Kelompok yang sama juga mengalami wabah campak terbesar di AS dalam puluhan tahun.
Campak meningkat kembali.
Dokter paling senior Inggris pada tahun lalu memperingatkan terlalu banyak orang dibodohi informasi menyesatkan tentang vaksin di media sosial dan para peneliti AS menemukan bots Rusia digunakan untuk mengembangkan kebingungan di dunia maya dengan menaruh informasi tidak benar terkait vaksin.
Proporsi anak-anak dunia penerima vaksin yang direkomendasikan tetap tidak berubah, pada kisaran 85% dalam beberapa tahun terakhir, menurut WHO.
WHO menyatakan vaksin tetap mencegah dua sampai tiga juta kematian di dunia setiap tahunnya.
Tantangan terbesar vaksinasi, dan tingkat imunisasi terendah, adalah di negara-negara yang akhri-akhir ini mengalami konflik dan memiliki sistem perawatan kesehatan sangat buruk, seperti Afganistan, Angola dan Republik Demokratik Kongo.
Tetapi WHO juga menyatakan sikap terlalu cepat puas diri menjadi masalah di negara maju, yang membuat orang sudah melupakan berbagai masalah yang diakibatkan penyakit.
Bagaimanakah tahapan perkembangan bayi pada Minggu ke-6 ? Baca Lebih lanjut