Oleh H. G. I. Wijaya*

Sebuah pulau raksasa yang misterius,
Diantara semua keluarga yang aku punya baru ayah Mertua Sepuh Almarhum H. Soepii yang telah menginjakkan kaki di tanah Papua. Soepii datang ke Papua untuk membantu tanah itu merdeka dari Belanda kembali ke Ibu Pertiwi. Trikora adalah seruan Presiden Soekarno kepada seluruh rakyat untuk melawan dominasi Belanda di Papua
(1) Gagalkan Pembentukan Negara Boneka Papua Buatan Kolonial Belanda
(2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
(3) Bersiaplah Untuk Mobilisasi Umum Guna Mempertahankan Kemerdekaan Dan Kesatuan Tanah Air Dan Bangsa
Aku mengenal Papua kembali saat seorang pemuda hitam tergeletak di pinggir lapangan di Kampus Biru Menggenggam Dunia ku di Bandung. Tak ada yang memperhatikan pemuda hitam yang tergeletak tak ada yang bertanya kepadanya.
" Kau kenapa ....? " tanyaku pada dia ....
" Malaria saya sedang kambuh ...."
Waktu itu pertengahan tahun 1991 dan aku keheranan melihat ada anak muda yang terkena Malaria di Kota Bandung. Malaria, bukan Covid 19, adalah stereotype yang dibawa oleh tanah Papua. Bukan Papua jika tidak kenal Malaria. Obat malaria itu yang dipercaya sebagai salah satu penyembuh Covid 19, meskipun itu mungkin Bohong.
Aku ajak pemuda itu ke apotik kampus agar bisa beristirahat,
" Jangan nanti aku dimarahin kalau pergi dari lapangan.."
" Temanku kamu sakit .... ayo istirahat.... biar aku yang menghadapi mereka...."
Dua bulan atau tiga bulan kemudian di depan jalan Sukarajin aku berpapasan dengan teman Papua ku itu. Dia berjalan ditemani lebih setengah lusin pemuda pemudi berkulit hitam. Dengan sangat ramah dia mendatangi ku memberikan salam dan memperkenalkan kepada mereka semua.
Mereka benar benar sangat ramah. Mereka sangat menghargai siapa saja yang pernah membantu kesulitan mereka. Salah satu yang bertubuh raksasa dari mereka tersenyum padaku. Mungkin tingginya lebih dari 2 meter. Mereka semua tersenyum sangat ramah.
"Aku akan kembali ke Papua...ayahku Kepala Suku di sana mengirimkan ini saudara saudaraku untuk pulang kembali... aku diminta selesai kuliah sampai di sini saja... Telkom Papua akan menjadi tempat bekerjaku di Papua..."
Tak bisa berbicara panjang lebar karena kita bertemu di pinggir jalan. Beberapa saat kemudian dia pun minta pamit.

Dia melambaiakan tangannya diikui oleh seluruh anggota suku yang menjemputnya ke Bandung. Jurusan Teknik Telekomunikasi pada saat itu adalah jurusan yang cukup sulit untuk difahami. Kuliah S1 dengan kualitas S2 membuat banyak teman ku gagal dalam studi. Bahkan sahabat Papuaku mengeluh padaku betapa sulitnya materi kuliah yang dia tempuh. Sama sekali tidak mengerti materi yang diajarkan dalam kuliah.
Aku berasal dari Malang, Jawa Timur dari Kota dengan indeks pendidikan yang cukup baik, aku juga kesulitan memahami apa yang diajarkan dosen-dosen aneh itu. Aku faham apa yang dialami oleh sahabat Papuaku. Bukan dirimu saja yang gagal faham di Jurusan Telekomunikasi ini, aku juga. Dan yang lain juga, 1300 orang yang saat itu kuliah juga tidak memahami apa yang dikatakan oleh dosen-dosen dari ITB, UI, ITS, UGM, dan Perguruan Tinggi Negeri terkenal lain yang khusus didatangkan untuk mengajari kami apa itu Telekomunikasi.
" Gak tahu Blas apa yang kalian bicarakan ...."
Itulah yang akhirnya membuat ku bersama beberapa orang mahasiswa memutuskan mendirikan HIMATEL, Himpunan Mahasiswa Teknik Telekomunikasi. Satu satunya Himpunan Mahasiswa Jurusan di Indonesia yang didirikan oleh mahasiswa. Tujuannya untuk saling membantu diantara mahasiswa untuk memahami apa yang diajarkan oleh dosen-dosen yang susah difahami itu. Lupakanlah soal HIMATEL, kita lanjutkan bicara soal Papua.
(2)
Menjelang tahun 2000 hampir sepuluh tahun kemudian aku bertemu dengan Staf Ahli PT PLN. Armarhum Bapak Widoyoko. Beliau sangat terkenal di PLN saat itu. Dengan sangat menggebu-gebu beliau bercerita tentang Sungai-Sungai raksasa yang ada di Papua.
"Negeri kita ini punya cadangan potensial listrik tenaga air yang luar biasa besar Mas...
Di Papua mau membuat pembangkit listrik tenaga air seberapa besar pun akan bisa. Akan tetapi jika Pembangkit Tenaga Listrik itu kita bangun di Papua, bagaimana memanfaatkannya, Sementara industri ada Pulau Jawa. Bagaimana membawa potensial tenaga listrik raksasa di Papua itu ke Pulau Jawa. .."
Penjelasan Bapak Widoyoko sangat mengagumkan buat saya. Dan rahasia PLN yang begitu besar beliau ceritakan dengan detil ke saaya. Kita akan diblokade ekonomi jika berani membuat Pembangkit Listrik Tenaga Air Mas. Oleh komunitas internasional kita diancam jika berani membuat Pembangkit Listrik Tenaga Ar maka ekonomi kita akan dihancurkan. Kita dipaksa membeli mesin-mesin pembangkit listrik tenaga Diesel atau BBM. Dan dilarang membuat PLTA.
Saya benar-benar tidak mengerti bagaimana kita negara yang merdeka ini bahkan membuat PLTA saja didekte dari komunitas global.
Seorang Tionghoa tangan kanan Raja Judi terbesar di Indonesia pernah menceritakan betapa besar dana yang mereka siapkan untuk mengatur Pemilihan Gubernur Papua (Provinsi Irian) pada saat itu. Dan dia menceritakan betapa kayanya tanah Papua. Ada sebuah lembah yang berisi puluhan ribu sapi yang hidup todak pernah disembelih oleh Orang Papua. Mereka memberikan upah 1 juta rupiah per ekor sapi bagi siapa saja yang bisa membawa daging sapi itu keluar Papua.
Belakangan teman senior saya yang malang melintang di Papua selama bertahun tahun mengkonfirmasikan cerita tangan kanan salah satu Tionghoa terkaya di Indonesia itu.
" Orang Papua tidak suka daging sapi ... mereka lebih suka makan Babi ...Dan salah satu Kepala Suku Di Papua teman saya memiliki sapi sapi hutan liar yang jumlah nya puluhan ribu sapi itu ..."
Gila. Jadi kenapa kita harus import daging sapi dari negara lain. Mengapa di Papua tidak kita dirikan saja Pabrik penyembelihan Sapi dan dagingnya digunakan untuk mencukupi konsumsi dalam negeri. Oke lah kalau import dilakukan dalam rangka menjaga hubungan baik, silahkan tidak mengapa. Akan tetapi kalau untuk konsumsi mengapa sumber daya berlimpah itu tidak digunakan saja.
Studi dengan berbagai alasan akan membuat hasilnya akan menolak mengolah sumber daya sapi Papua. Hal itu sudah biasa di Indonesia. Alasan utamanya pasti malas mengelola sumber daya di Papua.
(3)
"Tidak semua daerah Papua aman dilewati, "kata sahabatku yang lain yang telah malang melintang di Papua.
Ada sebuah daerah yang dikuasai oleh suku pohon. yang tidak pernah dikenal oleh suku-suku lain. Karena sangat misteriusnya suku ini. Hutan tempat mereka tinggal adalah hutan larangan. Jangan pernah mencoba-coba masuk ke daerah itu. Karena sukunya yang sangat misterius. Dan konon suku ini adalah suku yang Kanibal. Suka daging manusia.
(Bersambung ...)
* Jurnalis Senior, dan penasihat khusus di lingkungan Kementerian Komunikasi Dan Informatika pada dekade kisaran tahun 2000 an