Oleh :
G Ikka Wijaya
Ponpes Krangkeng, Indramayu.
Kiai Asrori sedang menghitung hitung panen garam beberapa bulan terakhir.Dua hektar lahan sawah garamnya masih terus menghasilkan garam Krosok, akan tetapi tak lagi ada yang membeli garam lagi hari ini.

Garam yang biasa dijual dengan harga 2000 sekarang tidak ada yang membeli lagi. Harga jatuh sampai 300 rupiah.
Kondisi hancurnya harga garam yang dialami Pesantren KH Asrori ini adalah hal yang aneh. Karena KH.Badrun di Bogor selama berbulan bulan gagal memenuhi kebutuhan garam di 1000 an pondok pesantren yang ada di Bogor.
Yang jauh lebih aneh lagi adalah kondisi harga garam di kota Bandung. Di Pasar Cijerah harga garam krosok mencapai harga tertinggi 10 ribu rupiah. Salah satu pedagang keliling di Pasar Cijerah Wartono memberikan gambaran harga garam krosok di Pasar Cijerah.

Sore hari setelah pertemuan itu, perwakilan Pesantren Krangkeng memutuskan untuk berangkat ke Bandung untuk mwlihat kebutuhan garam dan harga di Pasar Kota Bandung.
Hanya berselang kurang dari 3 jam mobil para perwakilan Pesantren Krangkeng melaju dari Bogor menuju Bandung. Jalan Tol Cipularang yang menghubungkan Bogor dan Bandung membuat perwakilan Ponpes Krangkeng terkejut.
Wartono yang bertemu di Pasar Caringin menceritakan harga garam krosok di kota Bandung
"Harga rata rata 10 ribu garam krosok per kg di Pasar Caringin. Kita Bahkan sedang mempersiapkan memasok garam ke Papua, karena kita diminta memasok dengan harga 25 ribu per kg," tambah Wartono.
Terkejut melihat kebutuhan pasar yang tinggi membuat para perwakilan Ponpes Krangkeng itu memutuskan kembali ke Indramayu. Lewat jalan Tol Cipularang yang terhubung ke Tol arah Cirebon. Hanya dalam waktu kurang dari 4 jam mereka telah kembali ke Ponpes Krangkeng dan mulai menghitung ulang potensi dan proses pengiriman.
Seminggu kemudian proses pengiriman garam dari gudang gudang di Krangkeng Indramayu
sudah mulai dilakukan ke Bogor Bandung dan Pelabuhan Cirebon. Lewat akses Tol Cipali proses pengiriman menjadi sangat cepat. Akses ke tiga kota utama di Jawa Barat ini bahkan bisa dijangkau dalam 1 hari saja.
Kemewahan ini juga dirasakan oleh Pesantren Krangkeng karena lokasi yang dekat dengan Cipali membuat barang produksi garam langsung diserbu oleh armada angkut dan bahkan pembeli yang akan langsung mengambil garam dari gudang di pinggir Laut Jawa itu.
Dan kemewahan ini tidak hanya dirasakan oleh Pesantren Krangkeng, ratusan bahkan ribuan petani garam di Pesisir Pantai Utara Jawa menikmati akses transportasi produk garam ini dengan mudah.
Sayangnya informasi kebutuhan garam ini tidak mudah didapatkan lewat on line. Karena masih rendahnya literasi up load data informasi ke on line. Proses tatap muka antar wilayah menjadi agenda penting untuk membuka informasi lanjutan kebutuhan berbagai komoditas lain (selain garam).
Untunglah akses jalan jalan yang bermuara ke jalan Tol Trans Utara Jawa telah didukung oleh puluhan ribu kendaraan transportasi logistik yang lalu lalang di jalur tersebut. Kemudahan akses dan dukungan transportasi ini memang harus tetap didukung oleh intensitas komunikasi antar pelaku perdagangan di berbagai wilayah.
Data dari Asosiasi Logistik Indonesia mencatat ada 80 juta lebih alat angkut yang siap mendukung percepatan sebarang barang produksi ke pasar seluruh Indonesia. Sementara data dari Departemen Perhubungan mencatat lebih dari 15 ribu truk yang melintasi jalur Trans Pantai Utara Jawa setiap harinya. Meskipun menurut survey Indef (Institute for Development of Economics and Finance) sebanyak 30% kendaraan truk logistik malah memilih jalan non tol.
Akan tetapi proses pengambilan keputusan bisnis yang dituntut untuk menjadi lebih cepat berbeda dengan pergerakan logistik. Saat akses jalan mendukung pergerakan para pengusaha ini mencapai lokasi produksi dari pasar dan pusat informasi kebutuhan komoditas.
Kecepatan masih menjadi unsur utama yang dipilih oleh para pelanggan.
Survei yang dilakukan oleh Paxel bekerja sama dengan Provetics (Paxel Buy & Send Insights) menyebutkan bahwa kecepatan pengiriman menjadi isu utama pelanggan dalam logistik. Sebanyak 36 persen pelanggan memilih kecepatan, sementara 29 persen mempertimbangkan biaya, dan 26 persen memilih kemudahan pengiriman.
Lihat Tajuk Rencana Dan Opini Lebih Lanjut :