Adu Kuasa Antar Anggota Masyarakat
Mencontoh Adu Kuasa Di Pemerintah Pusat ?
Saling pamer kekuasaan di tengah masyarakat marak terjadi. Boleh jadi contoh adu kuasa yang banyak dipertontonkan di lingkungan pemerintah pusat memberikan inspirasi kepada masyarakat.
Seperti yang dipertontonkan Hadimin (S) (bukan nama sebenarnya) di desa Kedung Bocok Kabupaten Sidoarjo. Pria tengah baya lulusan SMP atau bahkan SMP saja tidak lulus ini suka sekali mempertontonkan kekuatan kekuasaan yang dimilikinya.

Salah satu warga yang ditemui oleh Polkrim Informatika News line menceritakan bagaimana saat Hadimin (S) melakukan pemaksaan dalam beberapa aktivitas di desa Kedung Bocok..
" Saya terpaksa melakukan apa-apa yang disuruh Hadimin (S). Kalau tidak melakukan itu rumah saya mau dirobohkan Mas.."
Benar-benar unjuk kekuatan dan kekuasaan yang luar biasa.
Akhir Februari yang lalu Hadimin (S) kembali membuat ulah. Dia membayar oknum pegawai BPN Sidoarjo untuk melaksanakan rencana jahatnya.
Oknum pegawai BPN, sebut saja Agus namanya, dibayar oleh Hamidin (S) untuk mengukur ukur tanah beberapa warga Desa Kedung Bocok
Warga yang tidak tahu menahu apa apa diamcam Hadimin akan dirobohkan rumahnya.
" Ini tanah saya, saya robohkan rumah anda...ini ada Petugas BPN yang akan mengukur tanah."
Salah satu warga yang ketakutan terpaksa mempersiapkan uang untuk Hadimin (S) karena takut rumahnya dibongkar. Salah satu warga bercerita kepada Polkrim Informatika Newsline dengan setengah putus asa.

Pentas politik di Pusat yang memberikan contoh adu kekuasaan seakan menjadi realitas di tengah masyaralat Kedung Bocok.

Masyarakat tak pernah lagi faham bahwa negara ini adalah negara hukum. Bukan negara yang bersendi pada kekuasaan (machstaat) saja tapi Indonesia adalah negeri hukum (rechstaat). Kekuasaan adalah tidak tak terbatas. Bahwa meski telah direvisi, UUD 1945 masih memberikan cermin negara hukum dan bukan negara kekuasaan semata.

Tindakan Hadimin (S) ini diluar batas. Bahkan Suyadi beserta warga lain pernah melaporkan ke Polisi.

"Saya laporan lewat telepon kalau ada orang yang mengancam lokasi rumah saya kepada pihak kepolisian.."

Sertfikat tanah adalah dokumen kepemikan tanah. Data yang ada di sertifikat adalah data paling kuat. Tapi Hadimin (S) tak memahami hal ini. Bersama oknum BPN Agus, Hadimin (S) melakukan aksinya. Dan bahkan sertifikat resmi yang ditunjukkan masyarakat tidak digubris oleh Hadimin (S) dan Oknum Agraris. Yang ada adalah kekuasaan bukan hukum. Meski telah ada sertifikat, kalau ada kekuasaan ya tabrak saja sertifikat.
Pengukuran Illegal Oknum, Bukan BPN
Beberapa hari yang lalu, beberapa anggota masyarakat yang merasa geram akhirnya datang berkunjung ke kantor BPN Kabupaten Sidoarjo.
Kepala BPN Kabupaten Sidoarjo, Humaidi A.ptnh, MM, membenarkan bahwa Agus adalah pegawai BPN Kabupaten Sidoarjo. Akan tetapi Humaidi mengatakan tidak pernah ada perintah untuk melakukan Pengukuran di Daerah tersebut (Desa Kedung Bocok).
Pihak BPN Kabupaten Sidoarjo tidak pernah mengeluarkan Surat Tugas Terhadap Oknum petugas AGUS itu.

Suyadi yang ikut menghadap Kepala BPN Sidoarjo mengatakan bahwa sejak dari awal proses pengukuran tanah memang sudah ada terlihat kejanggalan di dalamnya. Kejanggalan tersebut diungkapkan oleh Suyadi, anggota masyarakat sekaligus korban, dalam sengketa tanah fiktif dan pengukuran tanah ilegal tersebut.

Keterangan senada juga diungkapkan oleh Rudi yang juga menjadi salah satu korban, dari Hadimin (S).


Tapi setelah ini apa ? Apakah setelah semua upaya yang dilakukan masyarakat ini Hamidin (S) akan berhenti melakukan aksi ancam mengancam dan aksi meminta paksa uang ? Apakah negara akan membiarkan warga nya dipermainkan dan diancam oleh warga lain yang merasa lebih berkuasa. (VIJAY/ESW)
First Published, 2 March 2020. 07.03 AM