Oleh : Al Syarif Al Jalal Al Husaeny
Kompleksnya Permasalahan Dalam Agama

Agama sangatlah kuat, maka masukilah dia dengan perlahan-lahan
Sedemikian kuatnya agama, maka jika tidak hati-hati dan perlahan lahan maka akan muncul kehancuran dalam kehidupan.
Suatu hari seorang sahabat Imam Ali meminta beliau mengajarkan sebuah bagian dari pembelajaran Agama.
Setelah menerima pembelajaran dari Imam Ali, sahabat Imam Ali tersebut tiba-tiba meninggal. Komentar Imam Ali saat mengetahui sahabat beliau meninggal adalah menyatakan bahwa Agama telah dengan sangat efektif diterima oleh sahabatnya itu. Sedemikian efektifnya pelajaran Agama maka dampaknya adalah membuat sang sahabat pun seketika itu meninggal.
Rasulullah juga pernah mengingatkan bahwa Agama juga akan mengalami perpecahan Agama Yahudi 70 perpecahan, Agama Nasrani 71 perpecahan, dan Agama Islam akan mengalami 72 perpecahan.
Dahsyatnya beragama. Kompleksnya beragama.
Sebuah Hadits Rasulullah yang menceritakan seorang pembunuh yang ingin bertaubat. Telah membunuh 99 orang dan kemudian membunuh seorang ulama fiqh menjadi korban ke 100 karena salah dalam memahami permahasalahan yang dialami oleh sang pembunuh.
Ada banyak tipe hadits yang lain yang sungguh membuat banyak orang kebingungan. Misalkan hadit tentang seorang pelacur yang masuk syurga karena memberi minum seekor anjing.
Pelacur ? Anjing ?
Dua buah kata paling mengerikan dalam terminologi Agama. Akan tetapi dua buah terminilogi ini disejajarkan dengan syurga. Atau deretan hadits yang melarang menakut nakuti dan mempersulit orang dalam beragama
Berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari. Mudahkanlah dan janganlah kalian persulit.
Biarkanlah dia ! Tuangkanlah saja setimba atau seember air. Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit”
Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan”
Ini sebuah hal kontradiktif dalam agama. Bagaimana spektrum dalam beragama bisa menjadi sedemikian luas ?
Ada lagi sebuah riwayat yang menceritakan seorang yang menjustifikasi orang lain masuk neraka, yang ternyata kemudian yang masuk neraka adalah mereka yang menghakimi. Demikian juga hadits tentang seorang wanita yang masuk neraka gara-gara mengunci pintu dan tidak memberi makan kucing tersebut sampai sang kucing meninggal. Jadi bagaimanakah struktur Agama itu sebenarnya ?
Bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana dalam fiqh. Apakah kita harus berselisih pendapat, gara-gara masalah yang sederhana seperti ini. Bagaimana menghadapi perbedaan yang sedemikian luar biasa dalam Agama ?
Berbicara tentang 4 mahzab soal hukum menyentuh wanita. Bagaimana dengan mahzab kelima, Mahzab Imam Jakfari (Imam Jakfar bin Abi Thalib ?) Sungguh tidak mudah menetapkan sebuah hukum fiqh dalam agama. Wallahu a'lam bissowwab.
Bertanya ke Rasulullah langsung saja. Bagaimana caranya ? Rasulullah sudah wafat 1500 tahun yang lalu ... 1500 tahun bukan kemarin sore. Jika bertanya kepada orang yang meninggal kemarin sore saja bisa menjadi masalah. Apalagi bertanya kepada Rasulullah yang telah meninggal 1500 tahun yang lalu ? Hadits Rasulullah ? Ya ada hadits Rasulullah yang sampai pada kita sampai saat ini Ada Al Qur'an yang dijaga oleh Allah sampai di Hari Kiamat dalam kondisi tetap suci dan tidak akan berubah. Tapi bagaimana dengan pendapat orang-orang Syi'ah tentang Al Qur'an dan Al Hadits. Beragama adalah tenang tenteram, dan penuh kasih sayang.
“Barang siapa yang terhalangi dari bersikap lemah lembut, maka dia telah terhalang dari seluruh bentuk kebaikan.”
Suami Istri Bersentuhan, Batalkah Wudhunya?
Jika suami istri berpegangan dan bersentuhan, bagaimana jika salah satu atau keduanya sudah berwudhu? Apakah batal seperti halnya bersentuhan dengan lawan jenis bukan muhrim lainnya?
Check di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=kaBkd18u8ko
Secara umum ada tiga pendapat berbeda dalam hal ini. Imam Syafi'i dan ulama dari kalangannya berpendapat bersentuhan kulit tanpa aling-aling, baik itu dengan istri sendiri, bisa membatalkan wudhu. Meskipun ia bersentuhan tanpa syahwat.
MAHZAB SYAFI'I
Imam Syafi'i, seperti ditulis Ibnu Rusyd berpendapat, bahwa siapa yang menyentuh lawan jenisnya tanpa alat, baik menimbulkan berahi atau tidak, maka batal wudhunya. Di sisi lain, ada riwayat lain
menyatakan bahwa dalam hal wudhu Imam Syafi'i mempersamakan istri dengan semua mahram.
Dasarnya tafsir ayat 43 surat an-Nisa. Dalam penjelasan hal-hal yang membatalkan wudhu, kata laamastum dalam aulaamastum nisaa ditafsirkan oleh Imam Syafi’i dan Imam Nawawi sebagai menyentuh perempuan, bukan bersetubuh dengan perempuan. Abdullah bin Mas'ud r.a. juga mengartikan laamastum selain jima'
Dalam kitab Fathul Mu'in disebutkan beberapa faktor yang membatalkan wudhu. Di antaranya bertemunya dua kulit antara pria dan wanita meskipun tanpa syahwat. Bersentuhan tangan dan kecupan kepada istri bisa membatalkan wudhu.
"Abdullah bin Umar mengatakan , "Sentuhan tangan seorang laki-laki terhadap istrinya atau menyentuhnya dengan tangan wajiblah atasnya berwudhu." (HR Malik dan as-Syafii).
MAHZAB HANAFI
Pendapat kedua adalah persentuhan antara suami istri baik disertai atau tidak dengan syahwat tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dianut Imam Hanifah. Menurutnya, hanya persetubuhan yang membatalkan wudhu. Dalilnya pun sama, surat an-Nisa ayat 43. Namun, laamastum di sini ditafsirkan dengan jima' atau persetubuhan.
Syekh Salih bin Muhammad bin Utsaimin berpendapat tidak batal wudhunya suami istri yang bersentuhan bahkan berciuman. Dasarnya adalah hadis dari Aisyah RA. Aisyah RA meriwayatkan, Nabi SAW mencium salah satu istrinya kemudian melaksanakan shalat tanpa berwudhu lagi (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud). Hadis ini diperselisihkan di kalangan ulama mengenai derajatnya. Syekh Nashiruddin al-Albani menshahihkannya. Tidak utuhnya para ulama menerima derajat shahih hadis ini juga menjadi penyebab perbedaan pendapat masalah ini.
MAHZAB MALIKI DAN HAMBALI
Pendapat ketiga dari mazhab Malik dan Hanbali yang menyatakan batalnya wudhu akibat persentuhan yang mengakibatkan birahi, baik terhadap suami istri ataupun selainnya. Ibnu Qudamah lebih menekankan hukum asalnya tidak membatalkan, namun jika keluar madzi dan mani maka wudhunya batal
Lihat yang lain Hukum KB : https://www.youtube.com/watch?v=XgCTITMjr58