Kamis, 28 Maret 2019

Penerapan Konsep DUDI dalam LKP Bimbingan Belajar

Oleh :
G Ikka Wijaya, Asessor BAN PNF, Redaktur Ahli News Informatika 


LKP Bimbingan Belajar membantu menemukan solusi pembelajaran yang efektif, penambahan jangkauan pengetahuan, dan penajaman materi pembelajaran siswa sesuai dengan kurikulum sekolah formal.

Dalam konteks ini maka relasi yang dibuat dengan DUDI (Dunia Usaha Dunia Industri) adalah terbatas pada melakukan proses capture atau protret aspek pembelajaran dan pengetahuan bagi peserta kursus LKP Bimbingan Belajar saja. Hal ini terkait dengan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama.

Akan tetapi untuk siswa di tingkat menengah atas atau mungkin siswa tingkat menengah pertama, koneksi DUDI secara langsung saja tidak bisa dilakukan secara langsung. LKP Lembaga Bimbingan Belajar hanya akan menjadi pelengkap dari sistem pendidikan formal yang telah ada. Hal ini menjadi sangat fatal jika dikaitkan dengan syarat SNP yang salah satu syaratnya adalah mengharuskan ada SKL atau Standar Kompetensi Lulusan. Apa yang bisa dilakukan bimbingan belajar selain hanya memberikan kelengkapan pada sistem pendidikan yang telah ada.

Secara teknis dalam hubungannya dengan konsep Standar Nasional Pendidikan (SNP) maka lulusan dari sebuah satuan pendidikan berorientasi pada kompetensi bukan sekedar ijazah. Akan tetapi DUDI sebenarnya bisa masuk ke dalam LKP Bimbingan Belajar. Akan tetapi sertifikasi uji kompetensi yang akan diberikan oleh LBB juga akan didapatkan ganda oleh siswa dari sekolah formalnya. Hal ini jika tentu saja proses sertifikasi kompetensi dilakukan di LBB. Akan tetapi apa tidak menjadi ganda sertifikasi kompetensi yang didapatkan oleh siswa. 

Tantangan Lembaga Bimbingan Belajar Mendapatkan Akreditasi

Kondisi ini yang menjadi tantangan rumit yang harus dihadapi oleh LBB dalam menghubungkan kegiatannya dengan unsur DUDI yang saat ini menjadi salah satu unsur utama yang menjadi sorotan dalam kegiatan asessor penilaian akreditasi LKP. Hal ini juga yang membuat bimbingan belajar menjadi tidak terakreditasi dalam beberapa proses akreditasi yang dilakukan di beberapa wilayah daerah.

Dalam nalar sederhana, setiap lembaga yang memiliki NPSN, maka  lembaga tersebut diijinkan untuk mendapatkan kesempatan terakreditasi. Akan tetapi dalam realitasnya tidak demikian. Bahkan lembaga yang tidak memiliki rencana SKL (standar kompetensi lulusan) dalam konsep pemberian layanannya secara otomatis tidak berhak terakreditasi. Karena fungsinya hanya menjadi suplemen pendidikan formal saja menurut Prof.Dr. Supriono, Ketua BAN PAUD PNF 2019.

Akan tetapi kondisi seperti ini sebenarnya bisa membuat LBB yang lebih kreatif dan berani dapat mengajukan akreditasi kepada BAN dengan skema membuat kerjasama yang kuat membuat kompetensi khusus yang dibuat bersama dengan DUDI.

Dalam skema uji kompetensi khusus yang dibuat dengan DUDI ini akan membuka kesempatan untuk siswa yang tertarik untuk masuk  ke dalam lingkungan DUDI khusus, di luar uji kompetensi umum yang biasa dilakukan.

Beberapa tahun yang lalu (sebelum tahun 1990 an ) pernah kita dengan model pendidikan seperti ini, dengan nama yang sangat bagus BcTT, PATK, dan semacamnya yang sebenarnya menjalankan fungsi pemberian pendidikan kompetensi khusus di bidang telekomunikasi di lingkungan PT Telkom. Proses pendidikan dilakukan dengan memberikan fungsi suplement pada pendidikan formal yang biasa dilakukan oleh LBB akan tetapi diberikan sebuah dorongan kompetensi khusus oleh DUDI (PERUMTEL waktu itu).

Inisiatif seperti ini, bisa memberikan kepada lebih dari 620 ribu bimbingan belajar (Data Sensus Ekonomi Nasional 2016) yang ada di Indonesia, untuk  mendapatkan akreditasi dan berhak diakui dalam Sistem Pendidikan Nasional.


Lihat Tajuk Rencana Dan Opini Lebih Lanjut :