Sabtu, 09 Maret 2019

MENCARI KEBENARAN SEJATI DI PEMILU 2019 ?



Silang sengketa masih terus terjadi di seluruh proses perhitungan hasil Pemilu 2019 yang terjadi di seluruh Indonesia. Setelah Quick Count memberikan kemenangan untuk pasangan paslon capres 1 Jokowi - Ma'ruf, dalam waktu yang tidak berselang lama pengumuman dari BPN dengan Real Count
memukul balik informasi dari Quick Count yang dilakukan oleh Lembaga Survey, dan memberikan kemenangan perhitungan untuk paslon capres 2 Prabowo Sandi.

Sementara itu di KPU juga sedang terjadi proses yang tidak kalah sibuk. Setelah mengalami down server, yang dianggap sebagai hal yang wajar oleh KPU. KPU menggelar perhitungan surat suara yang telah masuk. Jumlahnya masih sangat kecil dan terus menerus bertambah dengan laju pertambahan yang sangat lambat. Publik dibuat teraduk-aduk perasaannya dengan berbagai klaim kemenangan yang dilakukan berdasarkan metode perhitungan suara yang berbeda-beda.

Metode Sampling Quick Count
Metode Quick Count adalah metode perhitungan suara yang selama beberapa tahun terakhir ini ramai digunakan untuk memantau hasil Pemilu di Indonesia. Baik Pilkada, atau pun Pemilu Nasional saat ini.

Metode Quick count sebenarnya lebih tepat disebut sebagai metode sampling. Penggunaan nama Quick Count lebih didasari oleh kepentingan marketing dibandingkan dengan kepentingan ilmiah. Karena secara ilmiah dan metode statistik yang dilakukan adalah proses sampling. Pengambilan sampel dari berbagai lokasi yang dianggap mewakili suara publik.

Metode Quick Count bukanlah metode perhitungan suara yang sebenarnya. Karena dari total 810 ribu TPS di seluruh Indonesia hanya beberapa ribu TPS saja yang diambil sampelnya (bahkan tidak sampai puluhan ribu).

Beberapa Lembaga yang ikut melakukan proses survei Quick Count Pemilu 2019 adalah diantaranya
adalah  (1) Centre for Strategic and International Studies (CSIS), (2) Cyrus Network, (3) Saiful Mujani Research Center (SMRC), (4) Lingkaran Survei Indonesia (LSI), (5) Indikator Politik, (6) Populi Center, (7) Charta Politika, (8) Indo Barometer, (9) Poltracking, dan (10) Konsep Indonesia.

Selain lembaga tersebut, terdapat banyak lagi lembaga survey yang juga ikut terlibat dalam proses quick count.

Litbang Kompas misalnya adalah salah satu yang juga ikut melakukan proses quick count. Sampel yang diambil oleh Litbang Kompas diambil dari 2000 titik TPS. Proses pengambilan dilakukan secara acak sistematis. Sampel yang diambil dianggap bisa mewakili 190 juta suara pemilih di 800 ribu TPS lainnya. Bahkan sampel yang diambil hanyalah 0,25 % dari seluruh suara pemilih.

Masing-masing lembaga survey dalam quick count menggunakan pendekatan yang tidak jauh berbeda. Pertanyaan yang kemudian dilontarkan adalah apakah memang metode sampling ini bisa memberikan gambaran data yang sebenarnya ?

Jawabannya ambigu, karena dalam beberapa kasus proses pengambilan sampel yang tepat memang bisa memberikan gambaran kondisi suara pemilih yang sebenarnya, akan tetapidalam kondisi khusus, metode sampling juga bisa melakukan kesalahan.

Kasus Pilkada Gubernur DKI dan Jawa Barat yang baru lalu memberikan sebuah bukti bahwa sampling yang lemah membuat hasil quick count berbeda dengan realitas suara pemilih. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena sampling yang dilakukan ternyata dilakukan di wilayah-wilayah grafik karakter bukan normal. Grafik normal yang dijadikan acuan proses sampling telah bergeser bentuknya. Sehingga saat proses sampling dilakukan, maka hasilnya pasti akan berbeda dari realitas yang ada.

Grafik Normal versus Lokasi Sampling  
Metode sampling selalu berhadapan dengan pilihan mengenai homogenitas dan heterogenitas atau kompleksitas dari obyek yang akan disampling.

Pada obyek yang memiliki karakter yang homogen, metode sampling ini akan sangat akurat. Akan tetapi pada populasi yang heterogen, maka proses mencari karakter dasar dari heterogenitas obyek adalah tugas pertama yang harus dilakukan sebelum proses sampling dilakukan. Jika karakter dasar obyek heterogen yang dicari ditemukan, maka proses sampling akan mendekati kondisi yang sebenarnya.

Akan tetapi bagaimana jika obyek yang akan disampling adalah sebuah obyek dengan karakter kompleks ? Apakah  sebuah proses sampling akan mampu memberikan gambaran wajah obyek yang sebenarnya ? Pada obyek penelitian dengan karakter kompleks, maka proses sampling yang dilakukan hanya akan bernilai gambling, atau untung-untungan saja. Obyek dengan karakter komplek hanya akan memberikan hasil sampling yang bernilai spekulatif semata.

Kagagalan memahami karakter obyek penelitian inilah yang menjadi kunci dari keberhasilan dari sebuah proses sampling.

Karakter Pemilih Pemilu 2019
Apakah metode sampling quick count telah cukup mumpuni digunakan untuk memotret karakter pemilih 2019 ini ? Ini adalah pertanyaan sebenarnya yang harus bisa dijawab dengan baik oleh seluruh lembaga survey yang menggunakan metode ini.

Bagaimanakah karakter pemilih 2019 ? Apakah model dan karakter pemilih Indonesia 2019 adalah pemilih yang homogen, atau heterogen, atau kompleks ?

Apa yang mempengaruhi sebuah obyek penelitian ditentukan menjadi bersifat homogen, heterogen, dan kompleks ? Hal ini yang harus direpresentasikan oleh seluruh lembaga survey sampling quick count sebagai tanggung jawab akademis.

Menjadi sangat sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat sebuah hasil penelitian disandingkan dengan proses marketing atau bisnis dengan latar belakang keuntungan tertentu. Karakter ilmiah dari sebuah penelitian akan berhadapan dengan tuntutan rugi laba yang dituntut oleh
sebuah proses bisnis.

Pada titik inilah sebuah proses ilmiah akan berhadapan dan berbeda dengan proses bisnis. Jika sebuah kegiatan ilmiah mampu bertahan dengan karakter ilmiahnya dalam melawan tuntutan proses rugi laba dari sebuah proses bisnis, maka khittah ilmiah sampling quick count mungkin akan mampu menggambarkan realitas suara pemilihan yang sebenarnya.

Exit Pool Tidak Jauh Berbeda
Metode perhitungan lain yang digunakan adalah metode  Exit Pool. Pada metode ini dilakukan proses sampling yang digelar di lokasi tertentu dengan mengajukan pertanyaan kepada pemilih yang telah melakukan proses pemilihannya.

Metode ini juga memiliki karakter yang tidak jauh berbeda dengan metode quick count, karena menggunakan pendekatan sampling yang kurang lebih sama. Tingkat spekulatif yang muncul akan jauh lebih tinggi, karena hasil survey disandarkan pada pertanyaan yang diajukan kepada responden yang diambil sampelnya.

Siapa yang menjamin bahwa responden yang dijadikan obyek penelitian tidak melakukan pembelokan informasi atau bahkan memberikan informasi bohong. Karena tingkat spekulatif yang tinggi ini lah metode Exit Pool menjadi tidak populer di Indonesia. Exit Pool tidak terlalu laku karena prosesnya memiliki tingkat spekulatif yang tinggi


Proses Real Count 
Berbeda dengan metode sampling, real count melakukan perhitungan langsung hasil pemilihan di lokasi TPS. Data yang disajikan adalah data real lapangan untuk sejumlah TPS yang dipantau. Tidak ada proses profiling obyek penelitian di awal proses perhitungan suara. Sehingga obyek penelitian tidak perlu dikenali karakternya. Apakah obyek penelitian bersifat homogen, heterogen, kompleks, atau memiliki karakter lain yang berbeda.

Proses inilah yang dilakukan oleh KPU, dan beberapa lembaga pemantau lain dalam Pemilu 2019 ini. Prosesnya tentu saja lama dan tidak mudah. Karena jumlah TPS sebanyak 810 ribu dan pemilih yang sebesar 190 juta orang lebih.

Pengumuman yang dilakukan oleh pasangan Calon 2 Probowo Sandi membuat terkejut banyak pihak dan memukul balik hasil sampling quick count, karena hasil real count yang dilakukan berdasarkan pernyataan berasal dari 300 ribu TPS di seluruh Indonesia.Jauh di atas sampling TPS Quick Account yang hanya memantau di 2000-5000 TPS saja. Dan perbedaan dasar yang dimiliki oleh real account
yang mendasarkan hasil perhitungannya pada proses perhitungan yang sesungguhnya dari TPS, bukan sekedar sampling.

Akan tetapi hasil 300 ribu TPS masih jauh dari total 810 ribu TPS yang ada, atau di angka 37 % atau
40 persen lebih berdasarkan pengumuman yang dilakukan oleh pasangan Calon 2 Prabowo Sandi.

Tentu saja jika dengan menggunakan perbandingan acak metode real account menjadi lebih unggul
dibandingkan dengan sampling quick count. Dalam beberapa waktu saja bermunculan lembaga-lembaga independen yang melalukan proses perhitungan dengan metodeyang sama. Jurdil2019.org adalah salah satu lembaga independen yang menyajikan data dengan metode real count yang samadengan yang disampaikan oleh BPN Prabowo Sandi.

Saat kepentingan bisnis dan politik yang berseberangan mulai ikut campur, maka muncullah jurdil2019.net. Yang dengan sigap segera diblokir oleh Kominfo. Karena hasil perhitungan kedua situs ini bertolak belakang dengan mengatasnamakan real count. Kawalpemilu.org adalah salah satu site perhitungan real count yang bisa juga diakses selain tampilan yang disajikan oleh KPU. Proses perhitungan juga menggunakan dasar C1 Plano dari TPS.


MENCARI KEBENARAN SEJATI DALAM PEMILU 2019
Proses mencari kebenaran sejati dalam perhitungan Pemilu menjadi sangat sulit dilakukan. Karena berbagai metode yang digunakan yang berbeda dan juga adanya latar belakang dan kepentingan bisnis, politik, dan kepentingan lain yang berada di belakang hasil perhitungan Pemilu yang dilakukan.

Dalam berbagai metode yang digunakan terdapat pintu kelemahanyang harus disadari dengan baik. Pintu-pintu kelemahan ini bisa memberikan kesempatan berbagai kepentingan yang membutuhkan kemenangan untuk berbagai tujuan yang ingin dicapai.

Sebuah proses tidak perlu terlalu fair dilakukan, yang penting sebuah proses adalah legitime, memiliki dasar alasan yang tepat. Dasar alasan tidak perlu harus suara rakyat yang sebenarnya. Yang terpenting ada dasar yang mendukung kepentingan bisnis atau kepentingan politik.

Kondisi seperti inilah yang harus bersama-sama dijaga tidak terjadi. Kondisi saat kepentingan bisnis dan kepentingan politik digunakan membabi buta hanya untuk mencapai tujuan kemenangan. Masih banyak celah terbuka yang harus dijaga agar celah tersebut tidak dimanfaatkan untuk bermain kayu, mencari keuntungan dari ketidaksempurnaan sistem yang digelar.


Lihat Editorial Lebih Lanjut :