Sabtu, 05 September 2020

Bencana Covid-19 : Rendahnya Literasi Masyarakat, Buah Gagalnya Sosialisasi

Oleh ; Djono Hadinegoro

Covid-19 memakan korban tewas mencapai 8000 orang di Indonesia. Dan bencana mengerikan ini telah berlangsung sejak bulan Maret 2020 yang lalu (versi Pemerintah), sudah siap memasuki bulan ke-7.

Ragam gaya dan opini dari berbagai pihak muncul di tengah masyarakat. Dibumbui oleh berbagai macam latar belakang dan kepentingan. Politik, ekonomi, pencitraan, dan sederet maksud lain yang mencoba mendompleng kemunculan Covid-19.

Simpang siur yang memusingkan kepala ini bertambah parah, seiring berjalannya waktu. Untunglah fase serangan Covid-19 ini telah memasuki periode baru saat ini. Periode uji coba vaksin dan obat. Setitik noktah terang mencoba muncul di tengah-tengah kekacauan informasi yang parah ini.

Akan tetapi sampai dengan tulisan ini dibuat fase uji coba vaksin dan obat Covid ini masih belum terlihat hasilnya secara nyata. Jumlah angka meninggal terus bertambah menyusul jumlah angka pasien yang terinfeksi. Ribuan korban meninggal masih terjadi di seluruh dunia. Dan puluhan ribu pasien baru yang terinfeksi masih terus menambah jumlah korban Covid-19 di seluruh dunia.

<<Lihat Jumlah terkini Korban Covid-19


Saling klaim vaksin dan obat masih terus berlangsung, akan tetapi data-data kematian terus bertambah.

Logika tentang vaksin dan obat Covid-19 sampai dengan tulisan ini dibuat, masih dalam tahapansosialisasi atau retorika semata. Atau pun jika informasi tentang vaksin dan obat ini telah valid, maka dampak jumlah yang terpengaruh oleh obat dan vaksin ini masih sangat terbatas atau bahkan masih sangat kecil. Bisa jadi karena memang dampaknya tidak significant, atau mungkin karenaada faktor lain yang menghalangi keberhasilan riset vaksin dan obat ini.

Faktor penghalangnya sama saja dengan faktor yang muncul pada saat pertama kali Covid-19 muncul. Politik, ekonomi, pencitraan, dan sederet maksud lain yang mencoba mendompleng, mencari keuntungan.


Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Dan lemahnya Pemerintah ?

Sampai mendekati bulan ke 7, data yang dihimpun oleh media massa di seluruh Indonesia, menunjukkan gejala pembangkangan terhadap protokol kesehatan yang semakin meluas.

Pembangkangan protokol kesehatan ini tampak dari berbagai sanksi yang semakin lama semakin tinggi diberlakukan di lokasi tertentu di Indonesia. Jakarta, Bogor, dan beberapa lokasi di sekitar Ibukota tampak serius dengan sanksi pelanggaran protokol.

Akan tetapi semakin jauh dari Ibu kota Jakarta, terlihat trend naiknya pembangkangan terhadap protokol kesehatan ini di tengah-tengah masyarakat.

Fenomena ini juga diamati oleh banyak pengamat yang ada di Indonesia. Beberapa pengamat perguruan tinggi menyinggun kondisi aneh masyarakat ini.

<<Baca Pernyataan para pengamat di Universitas Indonesia

Data-data yang dihimpun oleh media massa nasional juga menunjukkan fakta miris yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Bentrokan akibat perebutan jenazah korban Covid-19, terjadi secara luas di seluruh wilayah Indonesia.

<<< Baca Kasus kasus perebutan jenazah di Indonesia

Kegagalan memahami potensi bahaya dari jasad renik dengan ukuran mikro ini memang menjadi logis. Karena dampak parah yang dibawa oleh Covid-19 cenderung tidak terlihat dengan nyata.

Di awal bulan Maret 2020 yang lalu kasus jatuhnya korban secara luas di berbagai lokasi umum yang terlihat oleh publik, sempat membuat masyarakat tercekam. Akan tetapi kesigapan prosedur dari pemerintah untuk menanggulangi korban yang jatuh secara terbuka di tengah-tengah masyarakat mampu meredam ketakutan yang ada di tengah-tengah masyarakat membesar. Rekayasa informasi statistik yang dilakukan oleh pemerintah di minggu-minggu awal serangan Covid-19 berhasil menekan tingkat kecemasan masyarakat secara luas.

Akan tetapi dampak keberhasilan yang dilakukan oleh pemerintah ini menimbulkan efek lain di tengah masyarakat. Kelompok pesimis dan kelompok menengah ke bawah menjadi kebal terhadap berbagai informasi bahaya Covid-19, meminjam  istilah yang digunakan oleh pengamat dari Universitas Indonesia.

Keterbatasan ekonomi dan kesulitan hidup yang dialami oleh kelompok masyarakat ini menimbulkan kecemasan yang jauh lebih menakutkan dibandingkan dengan efek mematikan yang dibawa oleh Covid-19.

Kondisi ini sekaligus menunjukkan betapa rendahnya literasi yang ada di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus menunjukkan gagalnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah di tengah-tengah masyarakat.

Menunjukkan hal ini sebagai bentuk kegagalan sosisalisasi oleh pemerintah, juga tidak lagi mudah dilakukan begitu saja saat ini. Karena kemampuan pemerintah dalam memposisikan diri di tengah tengah berbagai dilema yang sengaja dibuat karena kepentingan politik berbagai kekuatan politik yang bertarung di dalam negeri.

Kemampuan dialektika politik yang dilakukan oleh pemerintah membuat posisi pemerintah berada di jalur netral dan aman. Kemampuan dialektika ini memang patut dipuji. Karena kemampuan dialektika ini adalah ciri pemenang dalam kisruh perebutan citra politik di tengah-tengah masyarakat.

<<<< Pembodohan Masyarakat di Media Social 

Kasus yang sama juga terlihat di Amerika Serikat. Negara dengan jumlah kasus tewas terbesar di dunia ini (paling tidak sampai tulisan ini dibuat), juga memiliki wajah dialektika politik yang sama dengan Indonesia, terutama dalam menghadapi bencana Covid-19 ini.

Korban yang sangat besar di Amerika Serikat lebih terjadi karena  kesimpang siuran informasi yang memang dibuat untuk menetralkan ricuh politik yang dibuat mendompleng bencana Covid-19 yang datang melanda.

Retorika-retorika yang muncul di tengah-tengah masyarakat Amerika Serikat sangat tercampur dengan nuansa pendomplengan kepentingan politik.

Sungguh memalukan, karena pertarungan politik dengan mendompleng bencana Covid-19 ini berakibat sangat fatal di tengah-tengah masyarakat Amerika Serikat.

Korban tewas mendekati 200 ribu jiwa di Amerika Serikat dan lebih dari 6 juta orang terinfeksi, terjadi karena realitas bencana ditanggapi dengan logika politik yang bernuansa kemenangan kelompok politik tertentu.

Kekompakan politik yang gagal dicapai menyebabkan korban tewas rakyat sipil yang sangat besar. Kondisi yang sama juga bisa dilihat di Brazil, India, dan negara-negara lain yang memggunakan politik sebagai alat kemenangan kelompok semata-mata. Bukan politik untuk kemenangan dan keselamatan rakyat, akan tetapi politik untuk kemenangan kelompok semata.

Negara dengan tingkat soliditas politik yang tinggi terbukti mampu meredam dengan baik, dampak Covid-19 ini. China dengan pendekatan represif komunisme nya, terbukti mampu meredam Covid-19 ini.

Sampai dengan tulisan ini dibuat kasus baru yang dilaporkan oleh China sangat sedikit. Bahkan angka kematian telah berhenti total (Dalam waktu 3,5 bulan terakhir terdapat kurang dari 100 kematian, bandingkan dengan hampir 105 ribu korban tewas di Amerika dalam jangka waktu yang sama). Jumlah jutaan kematian yang terjadi di China, dan berhasil ditolak realitas informasinya oleh rezim komunis membuat rakyat berhasil dikontrol dengan baik. Kondisi realitas mengerikan yang tergambar dengan jelas di tengah masyarakat ditambah dengan gaya politik tangan besi komunis memberi dampak pada berhentinya serangan meluas Covid-19. Paling tidak sampai tulisan ini dibuat China telah dianggap relatif bebas dari Covid-19.