Rabu, 31 Januari 2018

Industri Ketel Uap Indonesia Meningkat Tajam, Undang-Undang Ketel Uap Masih Memakai UU Jaman Belanda

Jakarta, Informatika
Industri yang menggunakan Ketel Uap di Indonesia berkembang dengan pesat. Akan tetapi anehnya Undang-Undang yang mengatur Eksistensi Operasional Ketel Uap Di Indonesia Masih menggunakan Undang-Undang Stoom Ordonnantie jaman Belanda tahun 1930. Undang-Undang usang ini bahkan telah berusia 86 tahun lebih sejak diundangan pada tahun 1931.

Pernyataan ini diungkapkan oleh salah satu Pembina Industri terkait dengan Operasional Ketel Uap dari Departemen Tenaga Kerja yang ditemui oleh Polkrim, Informatika di Jakarta (13/3/2017).

Pembina di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi yang menolak disebutkan namanya tersebut menyatakan bahwa pihak Kementerian sendiri telah mempersiapkan draft perbaikan Undang-Undang jaman Belanda tersebut. Akan tetapi dia menyatakan ketidakmengertiannya mengapa Ordonanntie 1930 itu masih juga belum direvisi.

Salah satu pasal aneh dalam Ordonantie 1930 itu misalnya telihat pada pasal 5 yang menyatakan bahwa seseorang yang merencanakan suatu pesawat uap untuk dipergunakan di Indonesia dapat mengajukan gambar ontwerp nya ke alamat Westerdeksdijk No.2, Amsterdam, di Den Haag. Undang-undang yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1931, dipastikan menjadi salah satu Undang-Undang paling lama yang berlaku di Indonesia.

Stoom Ordonanntie Verordening Stoom 1930 yang berisi 32 pasal ini bahkan memiliki aturan detil tambahan Peraturan Pemerintah (PP) Stoomverordening 1930 (Staatsblad Van Nederlandsche Indie Lodwit Tegangan Van Hiet Gebruik Van Droegloodwit, Loodwit ordonanntie 1931 No.509) yang mencakup 52 pasal.

Salah satu pasal aneh dalam peraturan ini adalah pasal 41. Dalam Pasal 41 PP tentang Undang-Undang Uap ini menyatakan bahwa tiap ketel uap harus membayar kepada Negara untuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan sebesar 10 sen rupiah setiap tahun untuk setiap ketel uap, ditambah 10 sen rupiah untuk setiap meter persegi pemanasannya, Dan tambahan 5 rupiah untuk setiap pesawat uap lainnya. Pembaharuan ijin akte dibayar dari range harga 25 rupiah sampai 50 rupiah saja.

Meskipun telah kedaluwarsa, anehnya Undang-Undang ini masih juga dipertahankan dan tidak ada inisiatif revisi baik dari DPR ataupun Pemerintah. Padahal nilai industri ketel uap di dalam negeri sangat lah besar, dan menjadi salah satu pilar industri Nasional.

Nilai industri dalam negeri yang menggunakan teknologi pesawat uap termasuk ketel uap dan teknologi turunannya, sangatlah besar pada saat ini. Salah satu industri yang menggunakan teknologi pesawat uap/ketel uap adalah industri pengolahan sawit. 

Sebagai gambaran betapa besarnya industri yang terkait menggunakan Ketel Uap adalah Industri pengolahan Sawit. Pertengahan Maret 2017 Bank terbesar di Indonesia, Bank Mandiri mengucurkan pembiayaan lebih dari 50 Trilyun rupiah untuk sektor industri kelapa sawit. Kepada Media di Jakarta, Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan kontribusi Bank Mandiri ini bernilai kurang lebih 10 % dari total portofolio kredit Bank Mandiri.

Menurut catatan Bank Mandiri ekspor minyak sawit Indonesia dan turunannya mencapai lebih dari US$ 18,1 miliar dengan volume 25,1 juta ton sepanjang 2016.

Selain di industri Sawit, ketel uap juga dimanfaatkan di industri pembangkit tenaga listrik dalam negeri. Asosiasi Industri Ketel Uap dan Bejana Bertekanan Indonesia (AKUBBI) dalam salah satu release nya kepada media menyatakan bahwa kemampuan industri ketel uap dan bejana bertekanan sudah terbukti. Kemampuan industri lokal dalam pembangunan listrik berbasis teknologi ketel uap sudah cukup bagus. Kapasitas industri lokal dinilai sudah memadai untuk berkontribusi dalam pembangunan.

Dari sisi kualitas, teknologi ketel uap Indonesia sudah mampu bersaing dengan produk dari negara lain. Produk buatan dalam negeri menurut AKUBBI sudah mengacu pada standar internasional ASME yang merupakan standar ekspor. (Vijay)